Belajar Mengucap Doa, Memupuk Harap, dan Memulai Kembali dari Nama-Nama PO Bus

yessi
4 min readOct 19, 2024

--

Ide tulisan ini muncul saat gue menunggu bus keberangkatan Solo di terminal Pulogebang. Pengalaman ini spesial untuk gue karena inilah kali pertama gue pergi keluar kota sendirian menggunakan bus.

Mudik, atau pergi ke luar kota dengan bus, tidak pernah menjadi bagian dari tradisi keluarga. Sehingga melihat berbagai jenis bus, lengkap dengan lampu neon dan beragam ukuran yang berbeda-beda menjadi pengalaman yang sangat menghibur untuk gue yang harus menunggu keterlambatan bus 30 menit malam itu. Tidak lain dan tidak bukan, tentunya karena: ̶s̶i̶ ̶k̶o̶m̶o̶ ̶l̶e̶w̶a̶t̶ jalanan yang macet.

Sebetulnya ada satu foto bus yang gue ambil saat masih di terminal. Bus ukuran kecil, mungkin berpenumpang 30, jurusan Ngawi. Meski hampir tertutup pemandangan bus-bus luxury besar di kanan dan kirinya, bus ini justru yang paling cepat penuh, dan paling sebentar berhenti di terminal.

Foto bus ini yang menjadi energi untuk memulai draft tulisan tentang bus-bus-an ini. Sayangnya, foto bus ini ada di salah satu roll kamera yang terbakar saat di-develop. Tentunya ini kesalahan gue yang lupa cara roll-back kamera yang benar sehingga, gue terpaksa membuka chamber sebelum film-nya tergulung sempurna.

Jadi, silakan dibayangkan saja:

Bus tujuan Ngawi, berukuran 30 penumpang yang sederhana dan bersahaja, terparkir di antara 2 bus luxury sleeper besar. Sesaat setelah bus jurusan Ngawi itu sampai, ia langsung ramai diserbu penumpang: yang membawa koper; yang membawa kardus mi instan; yang membawa kandang burung berlapis sarung; yang menggendong anak balita dengan kain jarit; yang menuntun orang-orang tua naik ke dalam bus. Tidak sampai 5 menit setelah semua penumpang masuk, bus jurusan Ngawi itu pergi meninggalkan terminal. Sekilas, menyisakan sangat sedikit jarak antara dua bus luxury sleeper besar yang masih mengedip-ngedipkan para penumpang di terminal dengan lampu neon warna-warninya.

Gue selalu kagum dengan setiap nama-nama apapun yang gue lihat di jalan: nama toko, nama benda, nama anak, nama tempat. Karena biasanya, selalu ada cerita-cerita menarik yang tersimpan di baliknya.

Waktu SMP, gue punya teman yang nama belakangnya adalah, “Kharisma”. Tentu di satu sisi, Kharisma sendiri artinya kesan kagum akan bakat dan pengetahuan seseorang, mungkin ini doa-nya.

Tapi dalam kasus teman gue, “Kharisma” juga diberikan pada namanya karena dia hampir saja lahir di atas motor Honda Karisma, kalau saja orang tuanya tidak lebih cepat membawa dia dan ibunya ke rumah sakit.

Cerita-cerita ini yang mebuat gue selalu ingin tahu, ada makna dan cerita apa di balik nama-nama yang gue lihat?

Ada sebuah ketertarikan partikular yang gue rasakan terhadap nama-nama PO bus yang gue lihat di jalan. All credits to YouTube, mudah sekali menemukan informasi soal pilihan transportasi antar kota yang sangat nyaman dan terjangkau (tentunya pendapat ini bias karena gue tinggal di Jakarta, but let’s save that rant for another day).

Beberapa nama yang sering gue dengar dan lihat diantaranya:
1. Gunung Harta
2. Rosalia Indah
3. Sugeng Rahayu
4. Cititrans
5. Day Trans
6. Primajasa
7. Sinar Jaya
8. Harapan Jaya

Dari daftar nama-nama di atas, perbedaan nama yang kontras dari Cititrans dan Daytrans dengan Sinar Jaya dan Sugeng Rahayu cukup memberikan cerita dan indentitas yang lain. Terjemahan bebas (dan asal) dari gue tentunya, Cititrans punya kesan nama yang lebih kebarat-baratan. Selain mungkin memang cakupan layanannya adalah transportasi antar kota (-kota besar saja). Tapi branding dari masing-masing PO bus bisa jadi selaras dengan target pasar yang diincar. Cititrans adalah salah satu armada bus yang melayani titik penjemputan di area padat perkantoran (Sudirman, Kuningan, dan sekitarnya). Adapun unit yang banyak dipakai adalah unit HIACE yang maksimal mungkin memuat 12 orang, tergantung jenis HIACE-nya. PO ini juga salah satu pelopor yang menyediakan HIACE 8 captain seat, dan USB port untuk mengisi daya gadget selama perjalanan.

Ini baru 1 dari sekian banyak PO dengan nama, branding, fasilitas, rute, dan unit bus sesuai dengan target pasar masing-masing.

Tapi gue pribadi selalu punya tempat spesial untuk PO bus yang menggunakan Bahasa Indonesia. Beberapa nama yang pernah gue lihat mengesankan adanya titipan doa di situ, bahkan tanpa gue harus mencari tahu lebih lanjut tentang informasi atau sejarah detail dari masing-masing PO tersebut. Nama dan branding-nya sudah cukup memberikan kesan akan do’a dan harapan yang dititipkan dalam masing-masing nama.

Meskipun diantara nama-nama ini, tersimpan juga cerita yang kurang menyenangkan, Sugeng Rahayu misalnya. Dari perencanaan dan tahap riset tulisan ini, gue baru tahu kalau Sugeng Rahayu adalah hasil penamaan ulang dari nama lama, Sumber Kencono. Penamaan ulang dilakukan akibat reputasi yang kurang baik dari nama sebelumnya, yang bahkan diplesetkan jadi Sumber Bencono, saking banyaknya kecelakaan yang terjadi.

Momen pergantian nama ini menjadi pengingat lain bagaimana dalam perjalanannya, beberapa hal yang sudah direncanakan dengan baik, bahkan dititipkan do’a dan harap di dalam namanya, tetap bisa ternodai karena satu dan lain hal. Akhirnya, penamaan ulang pun dibutuhkan untuk memulai kembali dan membersihkan citra buruk melalui nama baru yang diselipkan dengan niat, doa, serta harapan yang tidak kalah baiknya.

Momen pergantian nama ini juga seakan menjadi simbol akan kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahan atau kondisi kurang menyenangkan yang dialami sebelumnya. Nama yang baru seakan menjadi simbol kesempatan kedua untuk memulai lagi: dengan doa dan harapan yang sama atau bahkan lebih baik, sebagaimana segala sesuatunya diniatkan saat dimulai untuk pertama kalinya.

Menuliskan kenangan tentang nama dan do’a serta cerita dari berbagai nama PO bus membuat gue berpikir dan merasakan betapa romantis dan hangatnya tiap doa dan harapan yang diucapkan dalam setiap nama.

Hal inilah yang membuat gue senang sekali melihat nama-nama di jalan, untuk kemudian menebak-nebak do’a, harapan, cerita, dan kisah apa yang tersimpan dibaliknya.

Diambil saat subuh, dari dalam bus Sinar Jaya menuju Solo.

Cerita ini juga ditulis dalam Bahasa Inggris dengan judul: Beyond the Journey: Learning, Hoping, and Starting Anew Through Indonesian Bus Company Names

--

--

yessi
yessi

Written by yessi

0 Followers

likes to romanticize tragedy. because some of the most beautiful things happen at the most unfortunate events.

No responses yet